Senin, 28 Agustus 2017

Firqah Mu'tazilah

Aliran Mu'tazilah lahir di Bashra (Iraq) pada abad 2 Hijriyah dengan pendirinya Washi' ibn Watha'. Basra adalah kota pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, tempat petaduan aneka budaya dan pertemuan antar agama-agama.

Mu'tazilah adalah aliran yang membawa persoalan theologi yang lebih rasional dan bersifat filsafat, dari pada theologi yang dibawa aliran Syiah, Khawarij dan Murjiah. Mereka banyak menggunakan akal dan mendahulukan dalil naqli sehingga dijuluki kaum 'Rasionalis Islam'.

Awal mula lahirnya ini adalah ketika sang murid Washi' ibn Atha (700-750 M) memisahkan diri (ta'zil) dari gurunya Imam Hasan al Basri, (seorang ulama Basra) karena perbedaan pendapat, bahwa seorang muslim yang berbuat dosa besar statusnya bukanlah seorang mukmin, juga bukan orang kafir. Dan itu artinya dia orang fasiq. Sementara gurunya (Imam Hadan Basri) berpendapat bahwa orang Islam yang berdosa besar tetaplah seorang mukmin.

Aliran ini juga muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murjiah. Khawarij berpendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar telah keluar dari Islam atau disebut kafir. Sementara menurut Murjiah, ia tetap disebut mukmin. Oleh karena itu doktrin Mu'tazilah disebut 'Al manzilah baina al manzilahaini' (posis di antara dua posisi).

Ada lima ajaran pokok Mu'tazilah:
1. Dalam tauhid, sifat Allah adalah zatNya itu sendiri.
2. Al Quran adalah makhluk dalam arti Al Quran itu suatu ciptaan Allah, sebagai suatu ciptaan berarti ia adalah suatu yang baru, jadi Al Quran tidak bersifat qadim, jika Al Quran itu qadim berarti ada suatu yang qadim selain Allah. Berarti musyrik.
3. Allah di akhirat kelak tidak terlihat mata manusia.  Yang terjangkau manusia bukanlah Allah. Keadilan Allah akan memberi imbalan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Allah tak akan ingkar janji memberi pahala kepada muslim yang baik dan memberi siksa kepada muslim yang jahat.
4. Amar ma'ruf (tuntutan berbuat baik) dan Nahi munkar (mencegah perbuatan tercela).
5. Qadha dan Taqdir adalah manusia sendiri yang menciptakan. Manusia dihisab berdasarkan perbuatanya.

Pada awal perkembangannya aliran Mu'tazilah tidak mendapat tempat ummat Islam. Khusunya masyarakat awam, karena sulit memahami ajarannya yang filosofluas.

Aliran ini baru memperoleh dukungan luas, terutama kaum intelektual, pada masa kepemimpinan khalifah Al Makmun, penguasa kekhalifahan Abbasiyah (198-218 H/813-833 M). Kedudukan Mu'tazilah makin kokoh setelah Al Makmun menyayatakan Mu'tazilah sebagai aliran/firqah resmi negara. Al Makmun sendiri sedari kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar ilmu pengetahuan dan filsafat. Pada masa kejayaannya, aliran Mu'tazilah memaksakan ajarannya kepada kelompok lain, yang dikenal dengan peristiwa 'Mihnah'. Sebagai khalifah Al Makmun juga memaksalan ajarannya kepada seluruh aparat pemerintahan dan juga tokoh masyarakat. Banyak aparat dan tokoh masyarakat yang tidak sepaham dengan ajaran Mu'tazilah mendapat hukuman dan disiksa. Di antaranya adalah Imam Hambali. Peristiwa ini sangat mengguncang umat Islam dalam beberapa dekade dan baru berakhir setelah khalifah Mutawakil berkuasa (232-247 H) menggantikan khalifah Al Washi.
Dominasi aliran Mu'tazilah mulai menurun dan masyarakat pun mulai kurang simpati. Akhirnya khalifah Al Mutawakil membatalkan aliran Mu'tazilah sebagai aliran resmi negara dan digantikan dengan aliran Asy'ariyah.

Meskipun sekarang aliran Mu'tazilah sudah tidak ada, namun pemikiran-pemikirannya sering digali para cendekiawan muslim dan non muslim.

Wallahu a'lam.

* dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan