Rabu, 11 Oktober 2017

Maunya kita atau maunya Allah?

Ini hanyalah menyambung lisan melalui tulisan...

Nabi dan Rasul bertugas dakwah menyampaikan agama Allah, diberi karunia berupa muljizat. Mukjizat yang ada pafa Nabi dan Rasul adalah atas kehendak Allah, bukan  kemauan atau keinginan Nabi dan Rasul. 

Ketika Nabi Musa dalam keadaan bingung, berada di tepi Laut Merah, tidak ada jalan lain karena  terdesak oleh kejaran pasukan Raja Fir'aun. Nabi Musa hanya bisa berdoa kepada Allah. Seketika Allah menyuruh beliau melemparkan tongkatnya. Beliau tidak tahu apa yang akan terjadi. Setelah tongkatnya dilempar dan ternyata bisa membelah lautan menjadi daratan, baru dikasih tahu oleh Allah bahwa itu mukjizat. Logika Nabi Musa, untuk apa harus melemparkan tongkat, di saat beliau terdesak di pinggir laut. Suatu tindakan yang tidak bisa dipahami logika. Logikanya tidak mungkin sebuah tongkat bisa berubah bisa membelah lautan menjadi daratan. Tapi itulah mukjizat, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki.

Nabi Ibrahim, saking tunduk pasrah sama Allah, rela dibakar hidup-hidup. Logikanya pasti badannya terbakar, begitu juga dengan logika pikiran Nabi Ibrahim sebagai manusia. Tapi ketika Nabi Ibrahim berdoa, untuk meminta perlindungan dari Allah dari hukuman orang-orang kafir, seketika Allah menyuruh api menjadi dingin. Itu adalah berkat doa. Bagaimana hasilnya Allah yang menghendaki seperti apa yang akan terjadi. Bukan ada dalam pikiran Nabi Ibrahim, bara api bisa menjadi dingin. Dibakar dengan api itulah ujian Nabi Ibrahim, dan api menjadi dingin itulah mukjizat yang diberikan Allah.

Begitu juga Rasululloh. Sekalipun Rasululloh sejak kecil sudah diberi mukjizat, tapi dalam dakwahnya (atas ijin Allah) beliau mendapat ujian yang sangat berat melalui orang-orang kafir yang menentang dakwahnya Hinaan, cemoohan, intimidasi, pemboikotan, siksaan fisik, siksaan batin. Rasululloh selalu mendoakan orang-orang kafir tersebut mendapatkan hidayah, mengikuti agama yang dakwahkannya. Rasululloh tidak serta merta 'mengandalkan mukjizatnya' untuk memudahkan jalan dakwahnya, tapi tetap melalui perjuangan, taruhan nyawa, dan melaui doa-doanya. Rasulullah tidak punya kekuasaan untuk menggunakan muljizatnya tanpa kehendak Allah. Mukjizat yang ada pada Rasululloh adalah hak prerogatif Allah. Kapan ia digunakan dan terjadinya, itu Allah yang menghendaki. Rasululloh tidak merasa memiliki mukjizat, yang bisa beliau lakukan adalah berikhtiar sekuat tenaga untuk berdakwah.

Kalau lihat jaman sekarang, banyak ummat Islam baik yang mengatasnamakan agama atau tidak, berusaha mencari 'ilmu' yang membuat ia bisa melakukan atau memiliki kebisaan yang diluar kemampuan normalnya sebagai manusia biasa. Istilah Jawa seperti 'ilmu linuwih', atau ilmu 'weruh sak durunge winarah', baik berupa ilmu kesaktian, tidak mempan senjata tajam, tahan bacok, ilmu macan, ilmu tenaga dalam, ilmu bisa berjalan di atas air, ilmu raga sukma, arwahnya bisa berpindah ke lain tempat, ilmu bisa membaca pikiran orang. 

  • Atas dasar alasan membela agama Allah, mereka mencari ilmu pengisian tenaga dalam dan kesaktian untuk menghadapi musuh agama. Mereka berdalih bahwa para Waliyulloh pun ketika berdakwah juga mempunyai ilmu kebal untuk menghadapi orang kafir yang memusuhi dengan adu fisik. Padahal yang dimiliki para Waliyulloh itu 'karomah', ia memiliki itu atas ijin dan ridho Allah. Allah memberikan karomah karena hasil amal ibadah dan perjuangan dakwahnya yang luar biasa di jalan Allah. Apa yang dilakukan Waliyulloh adalah berusaha mentaati Allah, berusaha sekuat tenaga berdakwah dan berdoa memohon perlindunganNya. Bukan mencari karomah untuk berdakwah. Tapi diberi karomah karena dakwahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan